Senin, 15 Mei 2017

Syarat Wali Nikah

Dalam Islam, calon pengantin perempuan harus dinikahkan oleh walinya. Tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Wali nikah yang utama adalah ayah kandung, kalau tidak ada maka diganti kakek, kemudian saudara kandung, seterusnya lihat keterangan di bawah.


Urutan wali dan yang berhak menjadi wali nikah adalah sebegai berikut:

1 - Ayah kandung
2 - Kakek, atau ayah dari ayah
3 - Saudara se-ayah dan se-ibu
4 - Saudara se-ayah saja
5 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
6 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
7 - Saudara laki-laki ayah
8 - Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah 

Urutan wali di atas harus dijaga. Kalau wali nomor urut 1 masih ada dan memenuhi syarat, maka tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh wali nomor urut 2 dan seterusnya. 

Wali yang paling berhak juga boleh mewakilkan perwaliannya pada orang lain yang dipercaya seperti tokoh agama : Kyai, Ustadz, dll.

Walaupun sudah termasuk golongan yang berhak menjadi wali nikah, belum sah menjadi wali nikah sampai syarat-syarat berikut terpenuhi:

1. Islam (beragama Islam). Tidak sah wali kafir selain kafir Kitabi (Yahudi dan Kristen boleh menjadi wali).
2. Aqil (berakal sehat). Tidak sah wali yang gila.
3. Baligh (sudah usia dewasa) tidak sah wali anak-anak.
4. Lelaki. Tidak sah wali perempuan.


Wali hakim dalam konteks Indonesia adalah pejabat yang berwenang menikahkan. Yaitu, hakim agama, petugas KUA, naib, modin desa urusan nikah.(berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952)

Wali hakim baru boleh menjadi wali nikah dalam 3 hal sebagai berikut: 
1. Wali dari anak zina :  
Seorang anak zina perempuan nasabnya dinisbatkan pada ibunya. Karena ibu tidak dapat menikahkan, maka wali hakim yang dapat menjadi walinya.
2. Semua wali tidak ada :  Wali hakim dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah tidak ada.
3. Wali diatas tidak setuju tanpa alasan syar'i :  Wali hakim juga dapat menjadi wali nikah apabila wali dekat (bapak) menolak menikahkan dengan alasan yang tidak sesuai syariah.[4] Wali ini disebut wali adhol

Dalam mazhab Syafi'i, apabila bapak (wali dekat / aqrob) menolak menikahkan putrinya tanpa alasan syar'i, maka hak menikahkan berpindah ke wali hakim, bukan ke wali lain yang jauh (wali ab'ad) seperti paman, saudara, dll. 

Apakah boleh menikah dengan wanita yang ditinggal suaminya ?




Pertanyaan :

Apakah boleh menikah dengan wanita yang sudah tidak pernah diberikan nafkah oleh suaminya selama 1 tahun ?

Solusi :

Diharamkan menikahi wanita yang statusnya masih bersuami. Diantara dalil keharaman tersebut adalah surat Annisa ayat 24 :
وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ كِتَٰبَٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُوا۟بِأَمْوَٰلِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ فَمَا ٱسْتَمْتَعْتُم بِهِۦ مِنْهُنَّفَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَاتَرَٰضَيْتُم بِهِۦ مِنۢ بَعْدِ ٱلْفَرِيضَةِ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمً
Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Dengan demikian, jika sang istri merasa sering dizhalimi dan tidak diberikan haknya, ia bisa minta diceraikan. Jika sang suami tidak mau menceraikan, sang istri bisa menggugat cerai lewat pengadilan.
Jika  gugatan istri diterima hakim, maka mantan istri boleh menikah dengan orang lain setelah selesai masa iddahnya.
Jika wanita yang statusnya masih bersuami dan melakukan pernikahan dengan orang lain, ini disebut dengan poliandri. Haram dalam Islam. Pernikahan semacam ini tidak benar, haram dan batal. Pernikahan semacam ini tidak bisa disebut dengan pernikahan, tapi yang paling tepat adalah perzina-an.
Wallahu a'lam